SEMARANG,INFOMURIA.COM – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melakukan pengetatan lalu lintas ternak di perbatasan DIY-Jateng, menyusul terjadinya kasus Anthrax di Gunung Kidul. Selain itu, disiapkan pula 25 ribu vaksin guna memperkuat imunitas hewan ternak, yang ada di berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jateng Agus Wariyanto mengatakan, sejumlah langkah strategis ditempuh. Ia menyebut, hal ini guna menghindari penularan anthrax, karena penyakit ini dapat menular dari hewan ke manusia atau zoonosis.
Ia menjelaskan, penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri bacillus anthracis, jika menjangkiti hewan, dapat tertular ke manusia. Selain itu, spora yang ditimbulkan penyakit ini, bisa bertahan hingga 75 tahun, meski bangkai hewan yang tertular telah dikubur.
Oleh karena itu, Agus berharap warga Jateng tetap waspada, tetapi tidak panik. Penyakit ini bisa dicegah agar tidak menular ke manusia, asalkan menerapkan prosedur ketat.
“Memang penyakit ini zoonosis, bisa menular ke manusia. Tetapi upaya pencegahan penting, misal kalau terjadi anthrax (bangkai hewan) dikubur, kalau perlu dicor dan ditandai. Karena sporanya bisa bertahan 75 tahun. Sehingga generasi berikutnya tahu di situ ada hewan yang tertular,” ujarnya, Kamis (6/7/2023).
Agus mengatakan, Jawa Tengah memiliki sejumlah pos lalu lintas ternak yang berbatasan dengan DI Yogyakarta. Seperti Bagelen di Purworejo, Salam di Magelang dan Klaten. Untuk itu Agus menginstruksikan petugas bersiaga.
Selain penerapan prosedur kesehatan, pihaknya juga melakukan pengetatan pemeriksaan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), atau asal hewan tersebut. Hal itu menurutnya penting untuk menyekat sebaran hewan, terutama dari daerah yang diduga menjadi episentrum penyebaran Anthrax.
“Untuk vaksin, kita sudah siapkan 25 ribu. Tentunya untuk hewan yang ada di daerah rentan, prioritasnya untuk daerah yang berbatasan dan punya (potensi) berdampak langsung,” paparnya.
Ia menyebut, penyediaan vaksin untuk membentengi hewan yang belum tertular agar lebih imun. Sehingga, risiko penularan dapat ditekan.
Agus mengatakan, hingga kini Jawa Tengah masih dinyatakan bebas Anthrax. Namun demikian, ia tidak menampik kasus tersebut pernah terjadi di Jateng beberapa waktu silam.
Di antaranya, Kabupaten Klaten pada 1990, Kabupaten Semarang pada 1991, Kota Surakarta di tahun 1991 dan 1992. Selain itu wilayah Boyolali juga pernah terjangkit Anthrax pada 1990 hingga 1992, dan terakhir 2012. Adapula Karanganyar pada 1992, Kabupaten Pati pada 2007, Kabupaten Sragen pada 2010 dan 2011, serta Kabupaten Wonogiri.
“Kami imbau masyarakat tidak perlu panik, tapi tetap waspada. Masyarakat cepat laporkan bila mana ada hewan yang sakit. Kalau ada manusia yang sakit (diduga tertular Anthrax) segera berobat. Tetap jaga kesehatan ternak, jikalau terjadi, terapkan prosedur. Semuanya harus bergerak, dari pemerintah hingga masyarakat,” jelasnya.
Pencegahan Dini
Medik Veteriner Disnakkeswan Jateng Slamet mengatakan, Anthrax dapat menular melalui berbagai media. Spora Anthrax dapat menular melalui kontak dengan hewan dan memakan daging hewan yang tertular bakteri.
Oleh karenanya, penting bagi warga atau peternak melakukan pencegahan dini. Bila menemukan hewan sakit dan memiliki ciri ada pendarahan di lubang-lubang tubuh, peternak perlu mewaspadainya.
“Cirinya itu pada hewan yang sakit atau mati ada gejala darah yang keluar dari mulut, kuping, kemudian hidung, dubur dan alat kelamin,” jelasnya.
Jika tertular ke manusia, ada ciri spesifik yang dilihat. Seperti munculnya keropeng atau borok di kulit. Jika tidak diobati, bisa menular ke bagian tubuh lain.
“Keropeng atau borok di kulit itu seperti huruf U (cekung). Segera berobat. Nanti di puskesmas atau di rumah sakit akan diambil sampel darah, untuk memastikan darahnya tertular anthrax atau tidak. Yang penting gaya hidup bersih pada ternak dan manusia. Dan jangan sampai ternak yang sakit dan mati itu dimakan,” pungkas Slamet. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)