Kudus (INFOMURIA) – Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mempercepat upaya penanganan sampah. Langkah ini melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat, untuk menggalakkan pemilahan sampah guna meraih predikat Sertifikat Adipura.
Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, menyatakan penerimaan sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup sebagai motivasi untuk segera memperbaiki pengelolaan sampah. “Sanksi yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup harus diterima, demi semangat untuk memperbaikinya segera agar bisa memenuhi target tambahan lima poin guna mendapatkan Sertifikat Adipura,” ujarnya setelah menerima kunjungan Menteri LHK, Hanif Faisol Nurofiq, di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Tanjungrejo, Jekulo, Kudus, pada Jumat (26/12/2025).
Sam’ani menekankan bahwa penyelesaian masalah sampah di Kudus memerlukan dukungan komprehensif dari seluruh elemen masyarakat, termasuk Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), DPRD, sektor dunia usaha, dan warga. Ia menambahkan bahwa sanksi administratif ini menjadi pengingat penting akan seriusnya masalah sampah jika tidak dikelola dengan baik.
Sebagai respons konkret pasca pertemuan dengan Menteri LHK, Pemkab Kudus telah memulai langkah-langkah strategis, seperti penutupan area TPA Tanjungrejo secara bertahap menggunakan tanah untuk mengurangi dampak negatif lingkungan. “Setelah bertemu Pak Menteri, kita lakukan beberapa penutupan, termasuk penutupan dengan tanah. Dan pada tahun 2026 nanti kita akan melakukan penanganan sampah secara besar-besaran di Kudus,” jelasnya.
Target utama Pemkab Kudus adalah meningkatkan nilai pengelolaan sampah daerah sebesar lima poin untuk keluar dari predikat “kota kotor”. Berbagai strategi telah disiapkan, meliputi penutupan TPA dengan geotekstil dan lapisan tanah, optimalisasi pemanfaatan Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai bahan bakar alternatif untuk industri semen, serta penguatan program pemilahan sampah langsung dari sumbernya.
“Kita akan memaksimalkan RDF yang ada, termasuk RDF di Pura, serta melakukan pemilahan sampah,” kata Sam’ani. Ia menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan besar di Kudus, seperti Djarum, turut serta dalam pengelolaan sampah organik melalui program “Kudus Asik”.
Sebagai bentuk dukungan, Pemkab Kudus juga mengalokasikan bantuan penanganan sampah sebesar Rp50 juta untuk setiap desa. Dana ini diprioritaskan untuk pengelolaan sampah di tingkat desa dan penguatan Tempat Pengolahan Sampah (TPS).
Rencana perluasan lahan TPA saat ini masih menunggu perizinan. Perluasan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan sampah, mencakup penambahan fasilitas RDF, pengolahan lindi, dan limbah lainnya, bukan untuk menambah timbunan sampah.
Berkat berbagai upaya ini, volume sampah harian yang masuk ke TPA menunjukkan penurunan signifikan, dari sekitar 400 ton menjadi 300 ton per hari. “Saya yakin dengan kekuatan kita bersama, termasuk dukungan perusahaan-perusahaan, persoalan sampah di Kudus bisa kita tangani dengan serius,” pungkas Sam’ani.
Status “kota kotor” saat ini disandang oleh Pemkab Kudus menyusul sanksi dari KLHK. Namun, dengan pemenuhan syarat pengelolaan dan penambahan lima poin, Kabupaten Kudus berpotensi naik status menjadi penerima Sertifikat Adipura. Peraturan terbaru dari KLHK menetapkan empat predikat Adipura: Adipura Kencana (tertinggi), Adipura, Sertifikat Adipura, dan Kota Kotor (terendah). Penilaian Adipura mencakup berbagai aspek, termasuk kebijakan dan anggaran, kualitas SDM serta fasilitas pengelolaan sampah, dan sistem kebersihan kota secara menyeluruh.
TAGS: Penanganan Sampah, Pemkab Kudus, Sertifikat Adipura, Pengelolaan Lingkungan, TPA Tanjungrejo, Refuse Derived Fuel, Program Lingkungan, Inovasi Sampah (red)