Rembang-Infomuria.com–Kemeriahan terlihat di Dusun Sekararum Desa Sekarsari Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang pada tanggal 14 dan 18 Juni 2023 mendatang. Di sana berbagai acara digelar, mulai tradisi arak-arakan, tahlil pundhen, kajat pundhen, tayuban, campursari, kethoprak, pengajian, pentas dangdut hingga seni kontemporer seperti mural.
Meskipun skala dusun, ada yang luar biasa di sana. Mulai dihadiri perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga seniman dan peneliti dari berbagai kota dari Indonesia dan luar negeri.
Tenaga Ahli Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Berto Tukan mengaku tertarik dengan konsep kemasan sedekah bumi yang diusung oleh Dusun Sekararum Desa Sekarsari. Tradisi disebutnya suatu kemewahan yang tak semua tempat memilikinya.
Bukan hanya tradisi yang dilihat di Sekararum, Berto juga melihat banyak unsur modern, unsur kontemporer, pop, masuk juga di acara ini, misalnya sound system dan pentas dangdut. Masyarakat bisa mencampurkan antara tradisi dengan hal-hal kontemporer.
” Ini cara yang menarik yang diambil teman-teman disini, mencampurkan kekinian dengan tradisi yang mendarah daging. Jadi bisa cukup kontekstual dengan jaman tanpa pernah melupakan akar atau semangat jiwa yang telah mendarah daging dan melekat dengan tanah tempat tinggal kita, ” terangnya.
Ia juga menjelaskan tentang sedekah bumi dalam konteks pemajuan kebudayaan. Ada empat bentuk proses pemajuan kebudayaan, yaitu perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan.
” Saya kira kalau dalam amatan saya masyarakat disini sudah mengadakan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan.
Harapannya ketika masyarakat sudah menunjukkan inisiatif dan karya nyata, pemerintah bisa mendampingi atau memfasilitasi. Diyakini kehadiran pemerintah akan menjadikan pemajuan kebudayaan itu menjadi lebih kuat.
Sementara itu Sugito S. Lome tokoh pemuda Sekararum menuturkan tiap tahun diselenggarakan Festival Nginguk Githok sebagai bentuk revitalisasi sedekah bumi, dan tahun ini merupakan tahun kelima penyelenggaraan festival. Untuk tahun ini mengambil tema sesuai konteks kekinian di masyarakat. Yakni rasa syukur atas hilangnya penyakit yang menjangkiti sapi, sebagai hewan ternak sebagian warga.
“Tahun ini festival mengambil tema Sumingkire Wisa Raja Kaya didasari rasa syukur para petani paska panen dan sirnanya penyakit- penyakit ternak yang menyerang sapi milik petani. ” pungkas Sugito.