Blora-Infomuria.com-Menjelang detik-detik peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, suasana hening menyelimuti Taman Makam Pahlawan Wira Bhakti Blora.
Tepat pada tengah malam, tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia kembali menundukkan kepala, merenung, dan berdoa di hadapan para pahlawan yang telah beristirahat dalam damai.
Pemerintah Kabupaten Blora pun menggelar apel kehormatan dan renungan suci di Taman Makam Pahlawan (TMP) Wira Bhakti menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Bertindak selaku inspektur apel kehormatan dan renungan suci Kapolres Blora AKBP Wawan Andi Susanto, S.H., S.I.K., M.H.
Sedangkan Komandan upacara IPTU Ansori, S.H.,M.H dan Perwira Upacara AKP Rustam, S.H.
Pada kesempatan tersebut Kapolres Blora AKBP Wawan Andi Susanto, S.H., S.I.K., M.H., membacakan naskah apel kehormatan dan renungan suci.
“Kami yang hadir pada hari ini, Minggu 17 Agustus 2025 pukul 00.00 WIB, pada upacara untuk memperingati akan jasa-jasa para pahlawan, TNI/POLRI 112 orang, Pegawai Negeri Sipil 12 orang, Pejuang Rakyat 9 orang, Pahlawan Tak Dikenal 6 orang,” ucap Kapolres Blora AKBP Wawan Andi Susanto.
“Kami menyatakan hormat yang sebesar-besarnya atas keikhlasan dan kesucian pengorbanan saudara-saudara sebagai pahlawan dalam pengabdian terhadap perjuangan demi kebahagiaan negara dan bangsa,” lanjutnya.
“Kami bersumpah dan berjanji, Perjuangan saudara-saudara adalah perjuangan kami pula dan jalan kebaktian yang saudara-saudara tempuh adalah jalan bagi kami juga,” sambungnya.
“Kami berdoa, semoga arwah saudara-saudara diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa serta mendapat tempat yang sewajarnya,” pungkasnya.
Acara dilanjutkan mengheningkan cipta, penyalaan obor, dan pembacaan doa untuk arwah para pahlawan serta ditutup dengan penghormatan terakhir kepada arwah para pahlawan.
Bupati Blora H. Arief Rohman, Wakil Bupati Blora Sri Setyorini serta unsur Forkopimda Blora lainnya nampak khidmat mengikuti acara hingga selesai.
Adapun pasukan apel kehormatan dan renungan suci terinci satu SST Kodim 0721, SST Yonif 410/Alg, SST Polres, SST Pol PP, SST Linmas, SST Korpri, SST PGRI, SST OSIS SMAN 2 Blora, SST Pramuka SMAN 1 Blora, Satu Regu Saka Wira Kartika, SST Samin, SDM PKH.
Sementara Saka Bhayangkara Blora bertugas menyalakan obor dan ratusan lilin di pusara pahlawan.
Kepala Organisasi Perangkat Daerah se Blora juga khidmat mengikuti jalannya renungan suci.
Sementara, Korsik Kodim 0722/Blora, memantik nuansa semangat kepahlawanan dalam iringan musik.
Tidak Sekadar Ritual Tahunan
Tradisi renungan suci ini bukan sekadar ritual tahunan. Itu adalah ruang kontemplasi kolektif, di mana seluruh elemen bangsa seakan kembali berdialog dengan sejarah, dengan darah dan air mata yang pernah tumpah demi tegaknya merah putih.
Dalam sunyi malam, cahaya obor yang berkobar menjadi simbol abadi pengorbanan.
Setiap nyala api seolah mewakili semangat yang diwariskan para pahlawan kepada generasi penerus.
Suasana khidmat ini memunculkan kesadaran bahwa kemerdekaan tidak pernah datang dengan mudah, melainkan harus ditebus dengan pengorbanan yang tak terhitung.
Renungan suci memiliki makna spiritual yang dalam. Doa yang dipanjatkan tidak hanya untuk arwah para pahlawan, tetapi juga untuk bangsa agar tetap kuat menghadapi tantangan zaman.
Nilai keberanian, keikhlasan, dan tanggung jawab yang diwariskan para pahlawan menjadi pengingat untuk tidak pernah menyerah di tengah perjalanan panjang membangun negeri.
Bagi generasi muda, upacara ini menjadi sekolah kebangsaan yang nyata. Mereka belajar bahwa patriotisme bukan hanya slogan, tetapi wujud nyata dalam karya dan kontribusi.
Kemerdekaan bukan hanya diwarisi, tetapi juga harus dijaga dengan pengabdian tanpa pamrih.
Dalam kesunyian itu, seolah terdengar bisikan para pahlawan dari keabadian, “Jangan pernah sia-siakan kemerdekaan ini.” Sebuah pesan sederhana, namun begitu dalam dan abadi.
Bagi bangsa Indonesia, renungan suci tidak pernah menjadi acara usang. Justru seiring berjalannya waktu, maknanya semakin relevan.
Di tengah derasnya arus globalisasi, ketika nilai kebangsaan kerap diuji oleh kepentingan pragmatis, renungan suci hadir sebagai penyeimbang. Ia mengingatkan bahwa ada hal-hal yang tidak boleh digadaikan: persatuan, kemerdekaan, dan pengabdian pada bangsa.
Setiap kali upacara usai dan bendera merah putih kembali berkibar di pagi hari, ada haru yang sulit digambarkan. Air mata jatuh tanpa disadari, bukan karena duka, melainkan rasa syukur mendalam.
Bangsa ini mengerti, bahwa di balik kebebasan bernyanyi, berpendapat, bekerja, dan berkarya, ada darah dan nyawa yang rela dikorbankan.
Renungan suci adalah dialog sunyi bangsa dengan para pahlawan. Tidak ada kata-kata yang terucap, hanya doa dan keheningan. Namun dari keheningan itu lahir kekuatan baru.
Bangsa ini seakan mendapat energi untuk melangkah lebih jauh, menghadapi masa depan dengan keyakinan bahwa mereka tidak sendiri. Ada sejarah panjang dan pengorbanan besar yang menyertai setiap langkah.
Maka, setiap kali tanggal 17 Agustus tiba, bangsa ini tidak hanya merayakan dengan kembang api dan pesta rakyat. Ada momen khidmat yang mengikat seluruh rakyat pada akar sejarahnya.
Renungan suci mengajarkan bahwa kemerdekaan adalah anugerah sekaligus amanah. Anugerah karena diberikan dengan pengorbanan, amanah karena harus dijaga dan diisi dengan karya.
Dan selama nyala obor renungan suci terus menyala, selama itu pula bangsa Indonesia tidak akan lupa pada darah dan air mata yang telah menegakkan merah putih.
Sumber : Humas Pemkab