Jepara-Infomuria.com-Tradisi Sedekah Bumi Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo, kembali digelar melalui ritual Jembul Tulakan, Senin (14/7/2025). Prosesi sakral ini berlangsung di halaman rumah Petinggi Tulakan dan dihadiri jajaran pemerintah daerah.
Tradisi turun-temurun tersebut menghadirkan simbol perjuangan Ratu Kalinyamat yang menjadi bagian penting dalam sejarah Jepara.
Dalam kesempatan itu, Bupati Jepara H. Witiarso Utomo menyampaikan harapannya agar Jembul Tulakan tidak hanya menjadi agenda lokal, tetapi juga masuk dalam kalender pariwisata daerah. Ia mengapresiasi partisipasi masyarakat dan kelancaran seluruh rangkaian prosesi. “Mudah-mudahan ini menjadi berkah untuk Tulakan, desa yang makmur, unggul, lestari, dan religius,” ujar Mas Wiwit, sapaan karibnya.
Turut hadir mendampingi Mas Wiwit, di antaranya Wakil Bupati Muhammad Ibnu Hajar, Penjabat Sekda Ary Bachtiar, serta sejumlah pejabat daerah lainnya.
Sementara itu, Petinggi Tulakan Budi Sutrisno menjelaskan bahwa Jembul Tulakan memiliki nilai sejarah tinggi. Tradisi ini berakar pada kisah Ratu Kalinyamat yang bertapa di Gunung Donorojo, bermunajat karena kehilangan suaminya, Sultan Hadlirin, yang gugur dibunuh Arya Penangsang. “Tradisi ini digelar setiap Senin Pahing di Bulan Apit, dan menampilkan empat tokoh utama, Sayyid Usman, Suto Mangun Jaya, Mbah Leseh, serta para prajurit,” tuturnya.
Lebih lanjut, Budi menyampaikan bahwa nama “Jembul” berasal dari kata “jambul” yang tercantum dalam sumpah Ratu Kalinyamat. Ia mengutip sumpah Sang Ratu yang secara harfiah berarti, tidak sekalipun aku akan menghentikan tapaku, sebelum aku dapat keramas dengan darahnya dan keset jambulnya Arya Penangsang.
Pada prosesi sedekah bumi tersebut, jembul terdiri atas dua jenis, yakni Jembul Lanang dan Jembul Wadon. Jembul Lanang dihiasi iratan bambu dan berisi makanan kecil seperti gemblong, tape ketan, maupun apem. Sementara Jembul Wadon membawa lauk pauk. Setiap jembul mewakili pedukuhan di Tulakan.
Beragam golek kayu turut menghiasi puncak Jembul Lanang yang berbentuk gunungan. Jembul Krajan menampilkan figur Sayyid Usman, Jembul Ngemplak memuat tokoh Suto Mangun Jaya, Jembul Winong menggambarkan barisan prajurit, dan Jembul Drojo menghadirkan sosok Mbah Leseh.
Usai parade, digelar tari tayub sebagai simbol penghormatan. Prosesi ditutup dengan arak-arakan pengembalian jembul ke masing-masing pedukuhan. Warga mengikuti seluruh rangkaian acara dengan penuh semangat.
Sebagai catatan, Jembul Tulakan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Indonesia sejak 2020 melalui SK Nomor 1044/P/2020. Tradisi ini masuk dalam domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan.
Sumber : Humas Pemkab